Wednesday, July 6, 2011

Internet Itu Mesin Uang otomatis

Internet bukan sekadar nama yang dimediasi layar monitor dengan jalur kabel melingkar kian-kemari, tetapi di baliknya jadi lintasan aktivitas manusia ke seberang dunia dalam beragam kepentingan dan tujuan. Internet membuka ruang informasi dan kreativitas sekaligus, termasuk setumpuk kesempatan bernilai materi. Koneksitas antarweb dan e-mail, misalnya, sekalipun tanpa pengenalan rupa, bukanlah hambatan bagi siapa pun berselancar mencari-cari peluang.
Pengalaman itu dinyatakan para penulis dan profesionalis Internet dalam buku Mesin Uang Internet. Buku terjemahan dua praktisi ini mengantarkan kita pada langkah-langkah merambah peluang di dunia maya. Dari mana kita memulai, apa yang harus dilakukan, serta filosofi sejati internet maker seperti apa yang tengah kita rencanakan itu. Terdiri atas 13 bagian yang dikemas dalam tiga bab, buku ini mengetuk paradigm berpikir kini dank e depan kelak.
Muara dasarnya tetaplah kita. Dibutuhkan kemauan kreatif memperkenalkan diri, memprofilkan diri, termasuk mempromosikan kemampuan dan menjajakan produk yang kita miliki. Melalui kepemilikan sebuah web atau blog, misalnya, kita sesungguhnya tengah “menjual hal lain” di luar identitas itu sendiri. Bila bisnis konservatif membutuhkan biaya sebagai modal dasar kegiatan di samping waktu dan tenaga, bisnis online justru hanya meminimalisasi kepemilikan itu dengan hanya berselancar di baliknya. Ini juga menyangkut kemungkinan finansial yang kita hasilkan.
Bagi seorang penulis, web yang sebuah perusahaan promosikan, adalah peluang yang bisa dijajagi. Pilihan isi dan bagaimana bahasa dikemas, pasti adalah ruang kosong yang butuh sentuhan tangan penulis. Masalahnya bukan sekadar ketiadaan waktu dan tenaga mereka, tetapi kemampuan terbatas mereka dalam mengkerasikan gagasan dan mengemas bahasa informasi dan persuasi secara benar. Dalam bahasa buku ini adalah kata kunci yang akan memudahkan mesin pencari menempatkan keinginan penjual.
Lewat jejaring afiliasi, misalnya, “modal” kita yang telah diminimalisasi via pembuatan blog itu, berubah menjadi peluang lebih dengan membiarkan aneka produk kita jajakan. Kita membiarkan pebisnis mencari ruang konten melalui kepemilikan blog itu.
Bagi para penggemar seni visual, bila sebelumnya pembuatan video itu berbiaya tinggi, kini malah sebaliknya. Sejak 2003 segalanya berubah drastis. Banyak peranti lunak yang dapat mengedit video yang sudah terpasang pada komputer. Kita dapat membuat video dengan mengimpor foto ke dalam peranti lunak pembuat video.
Ekspresi yang disampaikan juga berpeluang dalam merengkuh perasaan antarmanusia. Pada masa perang Irak dan Pasukan Sekutu (Amerika Serikat-Inggris), misalnya, blog kepedihan seorang warga Irak diadaptasi jadi buku renungan. Begitupun blog warga Irak lainnya, yang tertulis, “Saya perempuan, warga Irak, dan berumur 24 tahun. Saya selamat dari perang. Itu saja yang perlu Anda tahu. Itu saja yang penting saat ini” (hlm.37).
Masalahnya, demikian mudahkah apa pun kita ungkapkan dan kita raup? Segalanya berpulang kepada kita. Tetap kukuh pada komitmen, kemauan menyelami wawasan dan kemasan konten (isi) blog, adalah keharusan pengerjaan berkelanjutan.
Ditulis dengan penuh motivasi dan inspirasi, penulis buku ini, Joe Vitale dan Jillian Coleman mengajak kita menguak peluang langka tersebut, memberdayakan diri sekaligus jadi profesionalis Internet. Keduanya tidaklah menawarkan kiat praktis yang simsalabim, tetapi mengisahkan pengalaman banyak orang di depan kita. Meski sedikit bercita rasa peluang-peluang manusia di Eropa, Amerika, Australia, informasinya yang dijajakannya jadi pembanding peluang lain di tempat kita kini merengkuh.

No comments:

Post a Comment